Sabtu, 24 September 2011

Illuminati dan Revolusi Perancis

http://www.uniknya.com/wp-content/uploads/2011/04/Napoleon-Bonaparte1-300x204.jpg


Dengan berdirinya Bank sentral of London, maka jatuhlah kerajaan Inggris ke dalam pelukan kelompok Konspirasi Yahudi Internasional. Kesuksesan di Inggris, dipandang oleh tokoh-tokoh Konspirasi seperti Sir Meyer Amschel Rotshchild sebagai sebuah perjuangan yang terlalu lamban. Sebab itu pada tahun 1773 Rotshchild mengundang 12 tokoh keluarga Yahudi Internasional untuk bertemu di kediamannya di Judenstrasse, Bavaria.

Dalam pertemuan itu, dipaparkan 25 program penguasaan dunia yang dalam Konferensi Zionis Internasional I di Basel Swiss tahun 1897 disahkan menjadi Protocol of Zions. Selain itu, Konspirasi juga membentuk satu organisasi klandestin sebagai unit khusus Freemasonry yang disebut Illuminati dan menunjuk Adam Weishaupt, seorang Profesor ilmu agama dan mantan Jesuit, sebagai pemimpinnya. Tugas Illuminati adalah mengobarkan revolusi di Perancis dan menguasainya.
Bagai Jerami Kering
Situasi sosial politik di Perancis ketika itu memang sangat mendukung terjadinya suatu pergolakan besar. Perekonomian Perancis benar-benar berada dalam titik nadir. Hutang menumpuk, pengangguran di mana-mana, lapangan pekerjaan tidak ada, sektor industri macet, dan bencana kelaparan di ambang pintu. Selain itu, seperti juga terjadi di negeri-negeri di mana para penguasanya korup, jurang kesenjangan ekonomi yang terjadi antara rakyat kecil dengan para bangsawan yang juga seringkali merangkap sebagai pemilik modal, para raja, dan juga pemuka agama yang kerap menjadi alat legitimasi penguasa sangatlah besar dan dalam.
Situasi seperti ini bagaikan seonggok jerami kering yang sangat mudah dibakar. Massa rakyat benar-benar telah siap untuk menyambut siapa pun yang tampil secara meyakinkan dan menjanjikan kehidupan yang lebih baik. Agar situasi menjadi kian kacau, lewat jaringan media massa yang dikuasainya, Konspirasi Yahudi membakar emosi rakyat dengan mengadu-domba antara rakyat dengan kaum penguasa dan Gereja. Selain itu, Konspirasi juga membuat satu slogan baru yang terdengar sangat indah di telinga rakyat: Liberté, Egalité, dan Fraternité (Kemerdekaan, Persamaan, dan Persaudaraan). Walau terdengar sangat indah, namun tiga istilah di atas bagi Konspirasi Yahudi Internasional memiliki arti yang sama sekali beda. Bagi kelompok ini, Liberté sesungguhnya berarti Kemerdekaan bagi mereka, kebebasan bagi mereka, bagi para pemilik modal, untuk berbuat apa saja. Egalité yang sesungguhnya bermakna Persamaan, bagi
Konspirasi diartikan sebagai persamaan di kalangan mereka untuk bisa bersama-sama, gotong royong, di dalam usahanya menguasai perekonomian Perancis. Sedangkan Fraternité memiliki arti sebagai Persaudaraan antara kelompok mereka sendiri, di mana di dalam setiap usahanya, mereka harus saling tolong-menolong, bantu-membantu, agar kepentingan kelompok mereka bisa dicapai. Inilah hakikat tiga slogan Revolusi Perancis. Jadi Persaudaraan hanya terbatas pada kelompoknya saja.
Dengan cepat Perancis mulai ‘terbakar’. Rakyat geram terhadap kerajaan dan juga Gereja yang tidak berbuat apa pun untuk memperbaiki nasib mereka. Setahun sebelum rakyat Perancis menyerbu Penjara Bastille yang menandai dimulainya revolusi pada tahun 1789, Freemasonry Perancis yang telah memiliki sekira seratus ribu anggota yang bekerja keras dan memprovokasi rakyat.
Teror dan Konspirasi
Dalam lingkungan kerajaan Perancis terdapat seorang bangsawan berpengaruh yang berdarah dingin, cerdas, ahli pidato, gemar foya-foya, dan sangat suka perempuan, bernama Comte de Mirabeau. Tipe orang seperti ini diang gap sangat cocok untuk didekati Konspirasi.
Maka lewat Duke of Durlian, tokoh Mason pimpinan The Grand Eastern Lodge di Perancis, Mirabeau pun direkrut. Caranya dengan mengumpan seorang perempuan cantik dan liar yang dalam sejarah dikenal sebagai “Madame Horse”.
Bersamaan dengan itu, seorang Yahudi bernama Moshe Mondelhen menawarkan pinjaman lunak dalam jumlah sangat besar kepada Mirabeau yang diketahuinya memiliki hutang disana-sini. Maka jatuhlah Mirabeau ke dalam cengkeraman kekuasaan mereka. Saat dibeberkan tugas yang harus diembannya oleh pihak Konspirasi, Mirabeau tidak bisa apa-apa karena nyawanya menjadi taruhannya. Tokoh ini pun kian jarang berkumpul dengan lingkungan elit istana sehingga tersiar desas-desus bahwa Mirabeau telah jadi oposan terhadap Istana dan Gereja. Mirabeau menjadi sosok yang dibenci kalangan elit penguasa.
Pada 14 Juli 1789, meletuslah revolusi Perancis. Penjara Bastille diserbu rakyat dan kaburlah para tahanan di sana. Situasi jadi sangat kacau. King Louis XVI dan Marie Antoinette ditangkap dan dipancung di bawah pisau Guilotin. Misi Duke of Durlian dan Mirabeau telah sukses. Maka Konspirasi pun membunuh keduanya. Duke of Durlian dipancung Guilotin sedangkan Mirabeau diracun, namun dikatakan sebagai upaya bunuh diri.
Situasi Perancis kian mencekam. Tiap hari ribuan orang dipancung dengan Roberspierre dan Danton menjadi algojonya. Setelah dianggap menyelesaikan tugasnya,  pihak Konspirasi pun membunuh keduanya. Pemerintahan teror mencapai puncaknya antara tanggal 27 April hingga 27 Juli 1794.
Sehari sebelum Roberspierre diseret ke tempat hukuman mati, di depan Majelis Nasional, Roberspierre sempat menyampaikan orasi yang menyerang Konspirasi dan membuka tirai mereka dengan mengatakan ada sebuah organisasi rahasia yang bekerja  dan menjadi dalang Revolusi Perancis.
Roberspierre dengan tegas mengatakan, “Aku tidak berani menyebut nama mereka di tempat ini dan disaat ini pula. Aku juga tidak bisa membuka tirai yang menutupikelompok ini sejak awal terjadinya peristiwa revolusi. Akan tetapi, aku bisa meyakinkan Anda sekalian, dan aku percaya sepenuhnya, bahwa di antara penggerak revolusi ini ada kaki tangan yang diperalat dan melakukan kegiatan amoral serta penyuapan besar-besaran. Kedua sarana itu merupakan taktik yang paling efektif untuk menghancurkan negeri kita yang kita cintai ini…”
Oleh Konspirasi, di tengah kekacauan ini dimunculkanlah tokoh militer bernama Napoleon Bonaparte. Untuk meredakan kekacauan di Perancis, maka Konspirasi memandang harus diciptakan musuh bersama dari luar yang besar. Kiat ini berhasil. Napoleon melakukan invasi ke luar dan situasi kacau di dalam negeri mereda.
Konspirasi mendukung penuh biaya invasi Napoleon. Ketika merebut dan menduduki Mesir, 20 April 1799, Napoleon berpidato: “Wahai kaum Yahudi saudaraku, mari kita membangun kembali kota Yerusalem lama!” Napoleon tahu, saat itu kaum Yahudi tengah berada dalam euphoria ‘sosialisasi kembali ke Yerusalem’ setelah pada tahun 1776 Nathan Bernbaum dan tokoh-tokoh Yahudi lainnya mencetuskan ide-ide “Zionis Internasional”, “Negara Israel” dan sebagainya lewat buku-buku mereka yang provokatif.
Tugas Napoleon dianggap telah selesai. Maka Konspirasi pun menjegal Napoleon dengan membuatnya harus terus menginvasi Rusia walau kondisi alam tidak memungkinkan. Pasukan Napoleon kepayahan menembus medan salju Rusia yang amat dingin menghadapi pasukan suku Cozack Rusia. Apalagi jalur distribusi pasukan Perancis ini disabotase. Konspirasi lewat agen-agen mereka di Serbia. Akibat kekalahannya, Napoleon dipaksa turun tahta dan dibuang ke Pulau Elba.
Setelah menguasai Perancis, Rothschild membangun sebuah istana pribadi yang berhadapan dengan istana Raja Louis XVIII, pewaris tahta kerajaan Perancis. Dari tempatnya ini, Nathan Rotshchild bisa dengan leluasa memantau seluruh aktivitas yang ada di areal istana Kerajaan Perancis.
Dengan dikuasainya Perancis, maka Konspirasi praktis telah mencengkeramkan kukunya di berbagai wilayah strategis Eropa. Nun jauh di sana, dibatasi Samudera Atlantik, Konspirasi telah membangun satu negeri besar yang pada tahun 1776 dinamakan sebagai Amerika Serikat. Inilah The Great Lodge
bagi pihak Konspirasi Yahudi untuk menyambut datangnya Raja Israel di hari akhir. (rz)
Dikutip dari eramuslim digest edisi 7

0 komentar:

Posting Komentar